Pengantin Remaja
Belajar, Pit. Kamu sudah menikah. Nggak bisa kayak dulu lagi. Perlu lebih banyak sabar. Lebih rajin. Lebih kuat. Lebih tahan banting. Hidupmu bukan untukmu lagi. Saat menikah, kamu nggak hanya menikahi satu orang. Tapi, menikahi keluarganya. Keluarga besar malah.
Pipit, seorang anak SMA berusia 17 tahun baru saja mengenal cinta. Bermula dari sebuah sobekan kertas kecil di kantong seragam seorang laki-laki bernama Pongky yang berisi kata-kata rayuan, Pipit dibuat tersipu malu dan kupu-kupu beterbangan di perutnya. Pertemuan Pipit dan Pongky semakin intens setelah Pongky menjadi langganan tetap laundry milik ibunya. Pipit pun semakin sering membaca rayuan kertas yang terselip di saku baju kotor Pongky. Berbagai rayuan yang ia baca membuat Pipit jatuh cinta dan akhirnya berpacaran dengan Pongky. Seperti pasangan pada umumnya, keduanya punya panggilan sayang masing-masing: Papoyi dan Mamoyi. Hari-hari Pipit pun selalu terasa menyenangkan dan penuh tawa sejak bersama Pongky.
Sampai suatu ketika di sore hari di bawah pohon jambu air, Pongky melamarnya dan meminta Pipit menjadi pasangan hidupnya. Mendengar pernyataan tersebut tentu Pipit bahagianya bukan main. Pipit memang memiliki angan-angan berkeluarga. Sebagai perempuan, ia bahagia bisa dilindungi, disayangi, dipenuhi kebutuhannya, dan dijaga oleh laki-laki yang ia sayangi. Pipit pun mengiyakan lamaran itu dan memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolahnya. Kini, Pipit makin bahagia dan tidak perlu khawatir disuruh cepat pulang setiap bersama Pongky. Pipit bebas mau pergi ke mana dan pulang jam berapa. Pipit juga bisa melakukan apapun selayaknya suami istri tanpa harus takut kena cemooh orang lain. Baginya, pernikahan adalah sesuatu yang sangat membahagiakan seperti yang sering ia lihat di media sosial para artis yang diikutinya.
Kamu kan yang pengin nikah. Sekarang kamu kudu sembada (tanggung jawab, lapang dada, menerima konsekuensi)
Jadi perempuan itu malang-mujurnya cuma sekali. Pas nikah. Kalau dapat suami yang baik, bakal untung seharusnya. Kalau suaminya nggak bisa momong, ajur sudah."
Namun, sehari setelah menjadi ratu di acara pernikahannya, Pipit dihantam kenyataan hidup yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Apakah memang ini mimpi pengantin remaja yang sebenarnya?
Pengantin Remaja adalah novel kedua dari Ken Terate dan buku kedua yang selesai aku baca di bulan Januari. Sejak awal membaca judulnya dan pengarangnya siapa, aku merasa sudah tidak sabar untuk segera baca buku ini. Dari judulnya saja, aku sudah bisa menebak jalan ceritanya akan seperti apa. Sesuai dengan tebakanku, novel ini memiliki kesamaan tema dengan novel Dark Love yang ditulis oleh pengarang yang sama di tahun 2012 yaitu permasalahan cinta remaja yang kebablasan.
Dengar, jangan pernah menggantungkan kebahagiaanmu pada orang lain. Andalkan dirimu sendiri. Kalau lo pengin punya uang banyak, cari sendiri. Jangan nunggu duit dari orang lain... Kalau lo pengin merdeka, jangan nunggu dikasih sama orang. Merdekakan dirimu sendiri.
Novel ini ditulis dari sudut pandang karakter utama, Pipit—seorang anak SMA yang rela berhenti sekolah demi bisa melangsungkan pernikahan dengan kekasihnya. Penggunaan sudut pandang ini membuat pembaca dapat memahami pikiran, perasaan, pergolatan batin Pipit yang seiring waktu akan mengalami perkembangan. Pipit adalah anak remaja SMA yang polos, lugu, dan mudah percaya dengan orang lain. Keluguan Pipit bisa dilihat dari cara pandang dia soal pernikahan yang menurutnya selalu tentang bahagia bersama dan bisa berhubungan suami istri sepanjang hari. Momen keluguan Pipit yang paling bikin kesal adalah saat dia hamil, tapi dia tidak tahu pentingnya cek kandungan secara berkala ke dokter kandungan😭Belum lagi tindakan-tindakan Pipit yang ceroboh yang makin bikin tidak habis pikir.
Jangan berharap pada laki-laki, pada siapa pun actually, you have to be independent. self-empowered
Lalu, ada tokoh Pongky yang sikapnya bikin pengin mukul. Laki-laki usia 20 tahun ini sudah labil, tukang bohong, manipulatif, patriarki banget pula! Rasanya aku jadi ingin memberi peringatan (warning) 'awas novel ini bikin naik darah!' buat pembaca lainnya ahaha. Apakah cuma dua orang itu cukup membuat aku kesal? Oh tentu saja, tidak. Masih ada keluarganya Pongky yang benar-benar jahatnya setengah mati 😵 Tokoh-tokoh di novel ini tidak bisa dibilang antagonis semua. Baik tokoh utama maupun sampingan masih punya sisi baik seperti Atin. Walaupun omongannya ngablak, suka bicara kasar kepada Pipit, dan suka menjalin hubungan dengan laki-laki yang lebih tua, Atin sering membantu Pipit menyelesaikan masalahnya.
Hanya kamu yang bisa menyudahinya. Hanya kamu yang bisa menentukan nasibmu sendiri.
Sepanjang membaca buku ini, aku memang sering mencak-mencak mengikuti kisah tokoh-tokohnya. Meskipun begitu, dengan penulisan Ken Terate yang sederhana, mengalir, dan penggunaan bahasa Jawa-nya yang enak diikuti membuatku tidak sabar ingin tahu nasib Pipit akan dibawa ke mana. Aku suka dengan masalah pernikahan remaja yang diangkat di sini karena fenomena ini sering terjadi di Indonesia. Tokoh-tokoh yang dibuat juga terkesan realistis: pasangan yang manipulatif, keluarga yang toxic, orang tua yang tidak bertanggung jawab ada di sini semua dan pastinya pernah ditemui para pembaca. Selain itu, novel ini juga menyinggung soal patriarki dan misoginis yang dialami Pipit. Penulis juga menyisipkan beberapa dialog sarkasme atau sindiran yang pas banget sama situasi. Kekurangan dari novel ini adalah perkembangan karakter Pipit yang agak lambat sampai pertengahan cerita. Jadi, aku harus ekstra sabar menunggu si Pipit sadarnya kapan.
Pengantin Remaja mengingatkanku dengan banyaknya anak SMP-SMA di luar sana yang putus sekolah dan memutuskan nikah muda karena memang ingin cepat menikah atau sudah hamil duluan. Keputusan menikah muda ini hanya akan mendatangkan pengaruh buruk kepada orang tua muda itu sendiri dan anak yang nanti akan dilahirkan. Maka dari itu, amanah yang bisa diambil dari kisah Pipit dan Pongky adalah pentingnya menikah saat sudah siap secara mental, ekonomi, dan biologis. Lalu, pentingnya pendidikan bagi semua orang, pentingnya edukasi pernikahan dan kehamilan, dan pastinya never settle for less.
Sebagai penutup, aku sangat merekomendasikan novel ini untuk dibaca oleh kalangan remaja Indonesia. Kalau perlu, tolong sediakan novel ini di setiap perpustakaan sekolah karena banyak nilai yang bisa diambil dan penggambaran kisahnya tidak terkesan menggurui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar